Edisi 1845
—
Agar suasana hari raya Idul Adha kita semakin berkah, mari kita pelajari setiap sunnah yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ber-Idul Adha.
Pertama, dilarang berpuasa di hari raya
Kedua, jangan sampai tidak hadir shalat Id
Ketiga, perhatikan Adab dalam menghadiri shalat Idul Adha*
Keempat, tempat shalat Id yang sesuai sunah adalah lapangan. Kecuali jika ada halangan seperti hujan atau halangan lainnya.
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah…”
- Al Kautsar: 1-2)
*Selengkapnya dalam buletin
—
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Sebelumnya kita akan simak hadits berikut, dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada dua bulan yang pahala amalnya tidak akan berkurang. Keduanya adalah bulan hari raya: bulan Ramadhan dan bulan Dzulhijjah.” (H.R. Bukhari dan Muslim). Karena itu, sudah selayaknya kita bangun motivasi yang besar untuk beramal di bulan Dzulhijjah, sebagaimana motivasi kaum muslimin untuk beramal di bulan Ramadhan. Terutama di tanggal 10 Dzulhijjah, yang merupakan kesempatan istimewa bagi kaum muslimin karena ketika itu mereka sedang melaksanakan perintah Allah di surat al-Kautsar ayat yang kedua (artinya), “Kerjakanlah shalat untuk Rabmu dan sembelihlah qurban.”
Agar suasana hari raya Idul Adha kita semakin berkah, mari kita pelajari setiap sunnah yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ber-Idul Adha.
Pertama, dilarang berpuasa di hari raya
Dari Abu Sa’id al-Khudzri radliallahu ‘anhu, beliau mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang puasa pada dua hari: hari Idul Fitri dan Idul Adha.” (H.R. Ahmad dan Muslim). Imam an-Nawawi mengatakan bahwa para ulama telah sepakat tentang haramnya puasa di dua hari raya sama sekali. Baik puasanya itu puasa nadzar, puasa sunah, puasa kaffarah, atau puasa yang lainnya. (Syarah Shahih Muslim karya an-Nawawi).
Kedua, jangan sampai tidak hadir shalat Id
Shalat Id hukumnya diperselisihkan apakah wajib atau sunnah muakadah bagi setiap muslim. Pendapat yang kami pilih adalah wajib berdasarkan pendapat Imam Abu Hanifah, salah satu pendapat Imam Ahmad, dan pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam dan Ibnul Qoyim. Dalil pendapat ini adalah sebagai berikut.
- Kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamdalam melaksanaknnya. Karena sejak shalat Id ini disyariatkan pada tahun kedua hijriyah, beliau senantiasa melaksanakannyasampai beliau meninggal.
- Kebiasaan para sahabatKhulafa ar-Rosyidinsetelah wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini menunjukkan bahwa shalat Id merupakan ibadah yang sangat disyariatkan dalam Islam.
- Hadits Ummu ‘Athiyah radliallahu ‘anha, bahwa beliau mengatakan, “Kami diperintahkan untuk mengajak keluar gadis yang baru baligh, gadis-gadis pingitan, dan orang-orang haid untuk menghadiri shalat Idul Fitri dan Idul Adha…” (H.R. Bukhari dan Muslim). Adanya perintah menunjukkan bahwa itu wajib, karena hukum asal perintahadalah wajib
- Shalat Id merupakan salah satu syiar Islamyang paling besar.
Ketiga, perhatikan Adab dalam menghadiri shalat Idul Adha
- Mandi pada Hari Id
Dari Nafi’, beliau mengatakan “Bahwa Ibnu Umar radliallahu ‘anhuma mandi pada hari Idul Fitri sebelum berangkat ke lapangan”. (H.R. Malik, sanadnya dishahihkan al-Albani). Al-Faryabi menyebutkan bahwa Said bin al-Musayyib mengatakan bahwa sunah ketika Idul Fitri ada tiga: berjalan menuju lapangan, makan sebelum keluar (menuju lapangan), dan mandi. (Ahkamul Idno.17).
Catatan: Dibolehkan untuk memulai mandi hari raya sebelum atau sesudah subuh. Ini adalah pendapat yang kuat dalam Madzhab Syafi’i dan pendapat yang dinukil dari imam Ahmad. Allahu a’lam.
- Berhias dan Memakai Wewangian
Dari Ibnu Abbas, bahwa pada suatu saat di hari Jumat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya hari ini adalah hari raya yang Allah jadikan untuk kaum muslimin. Barangsiapa yang hadir jum’atan, hendaknya dia mandi. Jika dia punya wewangian, hendaknya dia gunakan, dan kalian harus gosok gigi.” (H.R. Ibnu Majah, hasan).
Catatan: Hari raya kaum muslimin adalah jumat, idhul fitri dan kurban.
- Memakai Pakaian yang Paling Bagus
Dari Jabir bin Abdillah, beliau mengatakan: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki jubah yang beliau gunakan ketika hari raya dan hari Jum’at.” (H.R. Ibn Khuzaimah dalam kitab shahihnya). Dari Ibnu Umar, beliau mengatakan bahwa Umar bin Khathab pernah mengambil jubah dari sutra yang dibeli di pasar. Kemudian dia datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Ya Rasulullah, saya membeli ini, sehingga engkau bisa berhias dengannya ketika hari raya dan ketika menyambut tamu.” Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menolaknya karena baju itu terbuat dari sutra. (H.R. Bukhari dan Muslim). Imam as-Sindi mengatakan: “…dari hadits ini disimpulkan bahwa berhias ketika hari raya merupakan kebiasaan yang mengakar di kalangan mereka (Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat). Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengingkarinya, yang artinya kebiasaan itu tetap belaku… (Hasyiah as-Sindy ‘ala an-Nasa’i).
- Tidak Makan Sampai Selesai dari Shalat Idul Adha
Dari Buraidah, beliau berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berangkat menuju shalat Idul Fitri sampai beliau makan terlebih dahulu, dan ketika Idul Adha beliau tidak makan sampai shalat dahulu”. (H.R. At Tirmidzi dan Ibnu Majah, shahih).
Khusus bagi yang berkurban, disunnahkan tidak makan sampai selesai menyembelih hewan qurbannya. Sebagaimana hadits dari sahabat Buraidah, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berangkat menuju shalat Idul Fitri sampai beliau makan dahulu, dan ketika Idul Adha, beliau tidak makan sampai menyembelih”. (H.R. Ibnu Hibban, hasan).
- Menuju lapangan sambil berjalan dengan penuh ketenangan dan ketundukan
Dari Sa’d radliallahu ‘anhu, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju lapangan dengan berjalan kaki dan beliau pulang juga dengan berjalan”. (H.R. Ibnu Majah, shahih).
Tempat Pelaksanaan Shalat Id
- Ketika di Mekah
Tempat pelaksanaan shalat Id di Mekah yang paling afdhal adalah di Masjidil Haram. Karena semua ulama senantiasa melaksanakan shalat Id di Masjidil Haram ketika di mekah. Imam an-Nawawi mengatakan bahwa ketika di Mekah, maka masjidil haram paling afdhal (untuk tempat shalat Id) tanpa ada perselisihan di kalangan ulama. (Al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab).
- Di Luar Mekah
Tempat shalat Id yang sesuai sunah adalah lapangan. Kecuali jika ada halangan seperti hujan atau halangan lainnya. Dari Abu Sa’id al-Khudri, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju lapangan ketika Idul Fitri dan Idul Adha. Pertama kali yang beliau lakukan adalah shalat Id. (H.R. Bukhari).
Ibnul Haj al-Makki mengatakan bahwa sunah yang berlaku sejak dulu terkait shalat Id adalah dilaksanakan di lapangan. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Shalat di masjidku (masjid Nabawi) lebih utama dari pada seribu kali shalat di selain masjidku, kecuali Masjidil Haram.” Meskipun memiliki keutamaan yang sangat besar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap keluar menuju lapangan dan meninggalkan masjid. (al-Madkhal).
Catatan:
Dianjurkan bagi imam untuk menunjuk salah seorang agar menjadi imam shalat Id di masjid bagi orang yang lemah -tidak mampu keluar menuju lapangan-, sebagaimana yang dilakukan Ali bin Abi Thalib radliallahu ‘anhu, yang diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah.
Adab Ketika Menuju Lapangan
- Berangkat dan pulangnya mengambil jalan yang berbeda
Dari Jabir bin Abdillah radliallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hari raya mengambil jalan yang berbeda (ketika berangkat dan pulang). (H.R. Bukhari).
- Dianjurkan bagi makmum untuk datang di lapangan lebih awal. Adapun imam, dianjurkan untuk datang agak akhir sampai waktu shalat dimulai. Karena imam itu ditunggu bukan menunggu. Demikianlah yang terjadi di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersama para sahabat.
- Bertakbir sejak dari rumah hingga tiba di lapangan
Termasuk sunah, bertakbir di jalan menuju lapangan dengan mengangkat suara. Adapun para wanita maka dianjurkan tidak mengeraskannya, sehingga tidak didengar laki-laki. Dalil lainnya adalah riwayat yang shahih dari Ibnu Umar, bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengeraskan bacaan takbir pada saat Idul Fitri dan Idul Adha ketika menuju lapangan, sampai imam datang. (H.R. Ad-Daruquthni dan Al-Faryabi, shahih).
Demikian secara ringkas panduan berhari raya qurban, semoga Allah mudahkan bagi kita untuk mengamalkannya.
Penulis : Ustadz Ammi Nur Baits, S.T. BA.
PENGINGAT PUASA ARAFAH
Jangan Lupa Sabtu 9 Juli 2022 bertepatan dengan 9 Dzulhijjah 1443 H (hari Arafah).
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ”Puasa Arafah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyura (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu” (H.R.Muslim).